Minggu, 23 September 2007

Soeharto Sumbang 1 Triliun (Untuk Mengentaskan Kemiskinan)

Suharto ingin sumbangkan Rp 1 triliun

“untuk mengentaskan kemiskinan rakyat”


Menurut harian Komentar (15 September 2007) dan Detik.Com (14 September) mantan presiden Suharto berjanji akan menyerahkan hasil gugatan ganti rugi sebesar 1 triliun Rupiah (129,6 juta US$) yang didapatkannya dari majalah TIME “kepada negara untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia guna mengentaskan kemiskinan”.

Kalau tidak difikir panjang-panjang, atau kalau tidak mempertimbangkan pula berbagai segi yang berkaitan dengan busuknya tujuan gugatan Suharto terhadap majalah TIME, maka orang bisa sepintas lalu mempunyai kesan bahwa Suharto “sangat baik hati”, karena ingin menyumbangkan Rp 1 triliun (artinya seribu miliard Rupiah, atau kalau ditulis dengan angka : Rp 1.000. 000. 000. 000) kepada negara untuk dibagikan kepada rakyat.

Tulisan kali ini mengajak para pembaca untuk sama-sama berusaha merenungkan dan mencoba menelaah masalah janji Suharto mau “menyumbangkan Rp 1 triliun untuk mengentaskan kemiskinan ini” dari berbagai segi atau sudut pandang. Apa yang disajikan di bawah ini adalah sekadar sebagian dari pandangan-pandangan itu.

Ada maksud di belakang janji Rp 1 triliun

Pertama-tama sekali, perlu kita sadari bersama bahwa janji Suharto yang demikian itu tentulah ada maksudnya, atau latar-belakangnya, dan ada pula sebab-sebabnya. Adalah fikiran yang terlalu dangkal atau pandangan yang cupet kalau menganggap bahwa janji yang demikian itu adalah bukti bahwa Suharto memang “berhati baik”, karena berjanji akan menyerahkan sejumlah besar uang kepada negara “untuk mengentas kemiskinan rakyat”.

Kiranya, baik kita renungkan bersama; apakah Suharto yang sudah dengan menggebu-gebu dan dengan segala cara – yang “sah” maupun yang haram atau bathil ! – mencuri kekayaan negara dan bangsa secara besar-besaran selama 32 tahun itu, mau menyumbangkan Rp 1 triliun (sekali lagi, supaya lebih jelas : Rp 1000 miliar) dengan ikhlas dan sama sekali bersih tanpa maksud tertentu, atau tanpa tujuan yang sama sekali tidak luhur.

Sebab, kalau ia sungguh-sungguh mementingkan kepentingan rakyat ia (beserta keluarganya) tidak akan tega mencuri kekayaan negara dan bangsa sampai puluhan miliar dollar US selama puluhan tahun sejak ia memimpin Orde Baru, seperti yang dilaporkan oleh majalah TIME. Barangkali, akan dicatat juga oleh anak-cucu kita di kemudian hari, bahwa dalam sejarah bangsa Indonesia tidak ada kepala negara yang sekorup Suharto.

Kemiskinan rakyat adalah tanggungjawabnya juga

Tentang keinginannya untuk “mengentaskan kemiskinan”, barangkali Suharto (dan pembantu-pembantu terdekatnya, termasuk tim pengacaranya) perlu diingatkan bahwa kemiskinan -- yang dewasa ini terlihat dengan jelas sekali sedang merajalela di seluruh tanah-air kita -- adalah termasuk tanggungjawabnya juga, selaku pemimpin pemerintahan selama 32 tahun.

Artinya, kalau sekarang ada lebih dari separo rakyat Indonesia (yaitu sekitar 115 juta orang) yang dalam sehari hidup hanya dengan kurang dari 2 dollar US, dan lebih dari 40 juta orang dalam kemiskinan, dan juga lebih dari 40 juta menganggur, dan 13 juta anak-anak kekurangan makanan, itu semua ada kaitannya – secara langsung dan tidak langsung -- dengan berbagai politik KKN yang dijalankan oleh Suharto. Jadi, sebenarnya, kemiskinan sudah berlangsung sejak lama, yang makin diperparah akhir-akhir ini.

Kalau Suharto (dan orang-orang terdekatnya) ingin sungguh-sungguh “mengentaskan rakyat dari kemiskinan”, maka jelaslah bukan dengan hanya menyumbangkan Rp 1 triliun saja. Sumbangan Rp 1 triliun itu hanya cara busuk untuk mencoba mencari muka, atau memupuri mukanya yang sudah penuh noda. Dengan janji menyumbang Rp 1 triliun untuk “mengentaskan kemiskinan” itu juga dimaksudkan untuk mengelabui mata umum, supaya lupa atau tidak melihat kejahatannya yang jauh lebih besar dan lebih parah, yang meliputi hasil KKN sekitar Rp 105 triliun.

Sekali lagi, perlu kiranya diulangi di sini, bahwa uang satu triliun Rupiah itu adalah jumlah yang kecil saja kalau dibandingkan dengan uang haram Suharto, yang sebenarnya adalah hasil korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang menurut laporan majalah TIME mencapai jumlah 15 miliar US$ (atau sekitar 105 triliun Rupiah, kalau dengan kurs Rp 7000 per dollar).

Muka buruk tidak bisa dipulas dengan Rp 1 triliun

Suharto ingin cari muka, atau berusaha membikin manis mukanya (yang sudah penuh cacad) dengan uang 1 triliun Rupiah, yang diharapkan dari hasil gugatan kepada majalah TIME. Tetapi muka buruk dan bau busuk yang diakibatkan KKN dan pelanggaran HAM selama puluhan tahun itu tidak bisa dipulas atau dihapus hanya dengan “setoran” uang sebesar satu triliun Rupiah saja.

Apalagi, kalau sama-sama kita ingat lebih jauh lagi, bahwa uang 1 triliun Rupiah itu juga bukan hasil jerih payah yang sah dari Suharto, melainkan dari hasil gugatannya terhadap majalah TIME, yang dimenangkan oleh sidang kasasi Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Mayjen TNI (Pur) German Hoediarto, yang juga menjabat sebagai Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Pengadilan Militer.

Dengan janji mau menyumbangkan hasil gugatan sebesar 1 triliun Rupiah untuk “mengentaskan kemiskinan ini”, Suharto beserta keluarga (dan pembantu-pembantu dekatnya, termasuk para pengacaranya) ingin menutupi masalah korupsi besar-besaran yang meliputi sekitar 105 triliun Rupiah. Apa artinya 1 triliun Rupiah dibandingkan dengan harta haram sebesar 105 triliun Rupiah ( 105. 000 000 000 000 Rupiah) yang dimiliki oleh Suharto beserta keluarganya.

Sebagai gurita besar yang menghisap darah dan kekayaan rakyat

Mengingat itu semuanya, maka kalau ada orang-orang yang marah-marah sekali dan naik darahnya atau “muntab” mendengar janji yang demikian itu bisalah dimengerti, dan adalah wajar dan sudah semestinya, atau seharusnya. Sebab, janji tersebut bukanlah suatu hal yang bermaksud untuk mengentaskan kemiskinan rakyat, melainkan untuk tujuan yang busuk atau maksud untuk dirinya sendiri (beserta keluarganya) .

Sebab, dengan janji mau menyumbangkan 1 triliun Rupiah hasil gugatan untuk kepentingan bangsa dan rakyat, maka mau ditimbulkan kesan kepada umum bahwa gugatan terhadap majalah TIME itu akan berakibat menguntungkan negara dan rakyat! Padahal, seperti sudah dinyatakan oleh banyak orang dari berbagai kalangan, gugatan terhadap majalah TIME ( yang dimenangkan oleh Mahkamah Agung) adalah merupakan aib bangsa, karena telah merusak citra Mahkamah Agung dan menodai kehormatan peradilan di Indonesia sebagai keseluruhan.

Suharto menggugat TIME, karena majalah ini telah membikin laporan besar untuk membongkar – dengan banyak sekali bahan-bahan informasi yang menarik – jaring-jaringan “kerajaan” Suharto, yang sebagai gurita raksasa telah menyekap dan menghisap darah dan kekayaan rakyat, secara besar-besaran selama puluhan tahun.

Laporan TIME ini, seperti halnya tulisan George Aditjondro mengenai persoalan yang sama, telah memperkuat banyak laporan, tulisan, atau hasil riset lainnya yang sudah banyak dibikin di Indonesia dan di luarnegeri mengenai masalah KKN yang dilakukan Suharto.

Dosa besar dan kejahatan yang parah selama puluhan tahun inilah yang dicoba Suharto untuk dibikin lupa atau dikaburkan dari ingatan banyak orang, dengan janji sumbangan Rp 1 triliun untuk mengentaskan kemiskinan rakyat. Dosa-dosa Suharto tidak bisa hilang, dan muka Suharto yang penuh dengan noda tidak bisa lagi dibikin manis, dengan “uang suapan” Rp 1 triliun.

"Duhhhhhhh Cape Dehhhhh Pakkkk....Pakkkkkk"

Tidak ada komentar:

Blogger Earth Downloader